Kamis, 18 Desember 2008

mitos, TANAH, KISAH, DAN SUMBERDAYA: WACANA DAN ENTIFIKASI

DALAM MODERNISASI ONABASULU

Review

Perkembangan sumberdaya akan mengubah aturan yang sudah ada, serti yang terjadi pada masyarakat Onabasulu sebagai dampak pengeboran minyak oleh Chevron di sekitar daerah tersebut dan pembentukkan kehidupan beragam yang dibawa karena adanya multinasional dan adanya negara Papua New Guinea. Klan Onabasulu yang terletak di dataran tinggi Papua besar di Papua New Guinea, secara luas merupakan artefak yang pemrosesannya sekelas perusahaan bersertifikasi dan tidak ada sebelumnya di masa perkembangan minyak. Entifikasi dari ”klan” ini dicocokkan dengan entifikasi kelompok etnik, yang sebelumnya lebih menyukai pinggiran dan batas yang halus (atau tebal) daripada keras (atau tajam). Berbagai wacana, baik sejarah garis keturunan, mitos, maupun kisah lainnya lebih baik dipandang sebagai instrumen daripada pelaku politis. Onabasulu sebagai bangsa, beraneka klan, bermacam individu – terbiasa mengambil, membandingkan, atau memanipulasi aturan baru sebagaimana para pelaku tersebut mendesak ke posisi mereka sendiri secara kompetitif dalam hubungannya dengan sumberdaya di era penetrasi nasionalisme dan kapitalisme. ”Tanah, kisah, dan sumberdaya” merupakan bantahan untuk wacana berpusat pada ekologi politis dalam modernitas Onabasulu. Mereka menyadari adanya hubungan antara politik dan akar yang terputus dari tanah manusia dalam sejarah yang luas dan tak terbatas, yang tersebut dalam politik kemunculan perbedaan dalam konteks globalisasi.

Karya terdahulu Roy Rappaport dalam ritual dan ekologi manusia membantah perpektif sosial kaum fungsionalis umum dalam perilaku keagamaan mereka ”yang telah memiliki sebagai tujuan analitis uraian kejadian, proses, atau hubungan yang terdapat dalam beberapa macam kelompok sosial”. Kutipan dari Homans digambarkan sebagai representasi penerimaan perspektif ini dalam ritual. Dimulai dengan: ”kegiatan ritual tidak menbuktikan adanya dunia luar – merupakan salah satu alasan kenapa kita menyebutnya ritual”. Pernyataan ini banyak dibantah oleh Rappaport dalam karyanya yang terdahulu. Dan kebanyakan para pelaku ritual pastinya tidak setuju dengan pernyataan Homans tersebut.

Dalam impuls untuk melebarkan domain efektif dalam kemanjuran ritual, babi untuk nenek moyang lebih atau kurang tulus dalam kompleksitas kehidupan yang berarti bagi manusia. Meskipun di kemudian hari, ketika Rappaport mengembangkan lebih luas perspektifnya dalam model yang dikenal, dan mengabaikan sebagaian besar perspektif tekstual makna yang tersedia, kekuasaan konstitusi dalam praktik yang terpisah seperti menceritakan kisah –seperti dalam budaya Nugini pada umumnya, terdapat adanya pengaruh argumen dan penonton dalam melakukan narasi– ditemukan. Dalam kenyataannya, pengaruh ritual di dalamnya, Rappaport dipengaruhi oleh Durkheim, sebagai pemelihara status quo dalam proses reproduksi sosial. Oleh karenanya, Rappaport menggunakan perumpamaan penulis jurnal sebagai tantangan bagi pendukung peribadatan tertentu untuk menentang konstitusi aspek repoduktif refleksivitas. ”Melibatkan perumpamaan, dia (penulis jurnal) haruslah seorang arsitek termasuk juga pembangun yang menawarkan pada dirinya sendiri ritual sebagai fesyen di sisi lain, tidak cukup untuk membuat dirinya sendiri. Dalam perumpamaan lain, dia tidak membutuhkan design rumah tempat tinggalnya. Semua yang dia butuhkan adalah ritual dan definisi konvensional miliknya sendiri.

Bagian berikutnya saya akan membicarakan politik baru. Perbedaan diperkenalkan dan diperbandingkan dalam praktik penceritaan kisah, yang telah memunculkan konteks masa kini perkembangan sumberdaya multinasional di dalam Onabasulu di wilayah Gunung Bosavi di dataran tinggi Papua Besar. Mendongeng merupakan pertunjukan yang mendapat banyak perhatian, tapi kotor, penuh persaingan dan penuh ambiguitas, dan kurangnya kemurnian yang jelas dalam bahasa dan pertunjukan liturgis. Karena alasan tersebut, mendongeng merupakan wacana yang lebih dapat dipolitisir. Selanjutnya, saya membahas cerita dan dongeng yang terdapat di Onabasulu. Kisah tersebut dibuat untuk mengokohkan klaim atas sumberdaya yang penting, minyak, di era perkembangan sumberdaya multinasional.

Saya tidak akan membahas proses utama tranformasi sosial, adanya indikasi potensi perubahan serius disamping penampakan kontinuitas yang luar biasa. Kemunculan kontinuitas, sebagaimana potensi perubahan, digabungkan menjadi kata entifikasi: proses pembentukan ”kesatuan” atau sesuatu hal dari berbagai kategori yang telah menyatu.

Entifikasi mungkin lebih kuat dan lebih spesifik daripada kecenderungan reify. Sebagai tambahan, lebih dipilih istilah reifikasi selama istilah ini tidak membawa konotasi konseptual dari ”kesadaran salah” yang telah menjadi bagian dari banyak pembahasan reifiksai dalam ilmu sosial. Sebagaimana saya menggunakan istilah ini, istilah ini melampaui arti istilah substantivisasi, dibuat oleh Nicholas Thomas. Subsatntivisasi-nya Thomas mengacu pada ketentuan praktik dan institusi oleh masyarakat pribumi sebagai tujuan dari ”refleksi atas dan memanipulasi” mereka, dalam situasi tertentu, khususnya kolonialisasi. Substantivisasi tersebut biasanya menggambarkan kemunculan nama institusi melalui interaksi di kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat kolonial dengan proyek politik dan hukum kolonisasi dan proses yang mengikutinya. Entifikasi merupakan proses yang relatif menyebar di PNG sekarang. Ada indikasinya yang digambarkan oleh Sturzenhofecker di antara beberapa pembicara Dunia, seperti Onabasulu, yang tinggal di sekitarnya dekat dengan pengembangan sumberdaya skala besar. Studi kasus di Onabasulu di masa pengeboran minyak mengilustrasikan bagaimana kelompok melakukan ladang berpindah, melalui performatif negara, secara antropologi dikatakan dengan jargon multinasional (”klan” dan sejenisnya), dan akhirnya usaha lokal untuk menyediakan dan menggunakan tujuan asli dari inovasi berpindah ini. Argumen yang diberikan melalui dialektik alam dan masyarakat, sebagaimana saya seharusnya menunjukkan, dalam konteks eksploitasi alam (dalam bentuk pengeboran minyak), masyarakat itu sendiri merekonstruksi dengan cara berpindah.

Suku Onabasulu tinggal di bagian timur dataran tinggi Papua Besar di Provinsi Tanah Tinggi selatan PNG. Mereka bagian kelompok dari budaya serupa yang membentuk ”daerah Bosavi-Strickland”, yang merupakan perluasan dataran sungai strickland di Provinsi Barat PNG ke hulu Sungai Kokori (bernama Hegigio atas pertemuan dengan sungai Mubi) di Provinsi Dataran Tinggi Selatan. Ringkasan dari sumber etnografi di wilayah ini menyediakan ketidakseimbangan konstruksi-nya Ray Kelly.

Jumlah suku Onabasulu pada Januari 1996, lebih dari 800 orang (jumlah ini naik dari 400 orang pada tahun 1975, tapi masih kurang jika dibandingkan pada tahun 1935 yang diperkirakan sekitar 1.200 atau lebih). Meskipun mereka tinggal di Provinsi Dataran Tinggi selatan PNG, secara linguistik dan budaya suku Onabasulu dan tetangga mereka di sebelah barat memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat di dataran rendah Papua bagian selatan. Kepadatan penduduk di sana rendah, dan mereka mendiami lebih dari 400 km² di daerah hutan hujan dengan ketinggian antara 450 dan 800 m di atas permukaan laut. Tanah ini dibelah oleh sungai yang mengalir dari gunung yang menutup bagian dataran tinggi ini: Gunung Bosavi di bagian selatan dan Gunung Sisa di selatan. Kebanyakan sungai di kawasan Onabasulu bermuara di Hegigio.

Di seberang Hegigio adalah daerah yang sedang dikembangkan sebagai proyek perkembangan minyak Kutubu oleh perusahaan yang dikendalikan oleh Chevron Niugini Pty Ltd. Proyek skala besar ini dimulai pada akhir tahun 1980-an dan fase konstruksinya berlanjut sampai awal 1990-an. Menghabiskan wilayah tinggi pada tahapan ini, Knauft membahas tahapan awal proyek dalam makalah berjudul ”Seperti Uang yang Kamu Lihat di Mimpi”. Setelah minyak mulai mengalir, royalti memuluskan jalan mereka pada pembicara Fasu di daerah proyek. Pada tahun 1996, ketika akhirnya saya mengunjungi Onabasulu, proyek Chevron telah beroperasi, dan perusahaan berdasarkan Fasu sedang berkonflik dengan pemerintah PNG mengenai batasan keadilan yang mereka miliki di dalam perusahaan –sebuah konflik yang muncul cukup serius pada Januri 1996 yang menarik untuk diikuti dalam berita radio nasional oleh suku Onabasulu di Desa Walagu.

Kelompok yang bertetangga dekat dengan suku Onabasulu dan akan sering muncul di pembahasan ini adalah suku Etoro, Suku Kalalui, dan suku Huli. Daftar budaya dan bahan dari dua suku pertama sangat mirip dengan suku Onabasulu. Suku Huli pada umumnya tinggal di lembah gunung daripada di hutan hujan. Di bagian Provinsi Dataran Tinggi Selatan, penutur Huli sangat banyak dan superior secara politik dibandingkan kelompok ”pinggir” seperti suku Onabasulu, Etoro, Kaluli, dan Fasu. Penduduk penutur Fasu tinggal di bagian timur Hegigio, di antara sungai dan Danau Kutubu. Sebelum adanya konsolidasi kontrol administrai koloni selesai pada tahun 1960-an, penduduk Onabasulu dan Fasu saling bermusuhan. Suku Fasu juga merupakan orang ”pinggir” yang tidak banyak penduduknya (sekitar 1.100 di tahun1992), tapi memiliki wilayah yang luas dan mengembangkan deposit minyak. Bagian dari konteks perubahan ini saya akan menjelaskan keinginan kuat suku Onabasulu memiliki kekayaan sumberdaya, keinginan yang telah disulut oleh proyek minyak Kutubu dan kekayaan Fasu.

Entifikasi dan Politik Baru Perbedaan

Tiga cerita yang saya gunakan dalam makalah ini semuanya versi singkat dari rekaman cerita komunitas Onabasulu di Walagu pada Januari 1996. Cerita pertama menyangkut geografi, kisah kedua mengenai sosok asli wanita pribumi bernama Duduma, dan cerita ketiga tentang mencari jejak silsilah keluarga dan penguasaan tanah. Cerita tersebut dikisahkan oleh banyak orang, semua dirundingkan dalam narasi dasar, dan kemudian direkam dalam kaset dalam kumpul-kumpul informal di Walagu oleh Agibe Fua, Yeya Deba, dan Malime Deba dalam bahasa Onabasulu dan Tok Pisin (idgin Meleanesi). Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada ketiga cerita tersebut saya harus menceritakan dengan menawarkan penjelasan yang luas, mengemukakan agenda politik yang membawahinya dalam tiap usaha kisah tertentu untuk mendefinisikan berbagai populasi tertentu dan untuk menempatkan mereka dalam bidang populasi tersebut.

Kisah pertama

Sekarang kita memiliki sertifikat kelompok tanah. Sertifikat ini berasal dari Nasional (pemerintah) di Moresby. Dimana kita menuliskan tujuh belas klan di dalamnya. Jadi sekarang, jika ada orang lain berusaha masuk dan mengatakan tanah ini adalah miliknya, mereka berkata bohong. Kita hanya mempercayai 17 garis keturunan yang autentik. Sekarang jika ada perusahaan masuk dan meminta untuk melaksanakan proyek, kita punya sertifikat. Sekarang selama kita memiliki sertifikat tanah kita tak perlu khawatir lagi. Seandainya ada perusahaan ingin menambang emas atau mengebor minyak dan gas, kita adalah pemilik asli dari bumi ini (papa bilong graun dalam pidgin).

Kita memiliki batas yang jelas. Di sisi Fasu, kita memiliki sungai yang luas, bernama Mubi (nama Onabasulu untuk Hegigio). Kasuwari tidak bisa menyeberanginya, ular tidak bisa menyeberanginya. Manusia juga tidak bisa dengan mudah menyeberanginya.

Di sisi suku Huli kita memiliki dinding yang luas, sebuah gunung yang besar. Gunung tersebut bernama Folola. Pesawat akan kesulitan untuk melewatinya. Di dua sisi batas ini ada kisah yang berbeda. Di pihak kita, kita memiliki sagu dan berbagai jenis ular yang dapat membunuh manusia. Di sisi lain yang bernama Huli, mereka berbeda. Mereka memiliki rumput (kunai), dan mereka membangun berbagai macam rumah yang berbeda. Kita membangun rumah panjang di bukit atau di balik bukit. Kita memiliki batas, Gunung Folola yang berakhir di Gunung Aowaga (?) dan di Bupi (?). Di bagian puncak adalah Haliago (Gunung Sisa), dan berakhir di Yuwa (?). Di satu sisi daerah Onabasulu, di sisi lain Huli. Huli tidak akan memasuki sisi ini, daerah Onabasulu. Onabasulu tidak seharusnya memasuki daerah Huli. Gunung-gunung itu merupakan batasan kita.

Ada sebuah jalan, sebuah jalan yang baru. Kita memiliki jalan sebelum itu. Huli terkadang datang dengan senjata dan membunuh babi-babi kita dan memperkosa wanita muda suku kita.

Kita punya kisah tentang Fofola dan Aowaga. Ada seekor ular besar, bernama Faiyaninaro. Ekor ular tersebut turun melewati Aowaga sampai Sungai Kikori. Kepalanya sampai Yowa (?). Minyak tubuh ular ini adalah minyak bumi. Darah ular ini adalah gas (satu orang mengatakan otaknyalah yang gas). Air seninya adalah bensin. Ini adalah sebuah kisah kuno, kisah tentang seekor ular (merupakan bagian dari pentasbihan kita sebagai lelaki dewasa). Ini adalah kisah nyata, tidak seperti kisah yang diceritakan oleh suku Huli tentang ular, ekornya berada pada daerah Huli dan kepalanya berada di daerah Onabasulu. Ular tersebut tertidur, ekornya sampai ke bawah ke Kikori, kepalanya berada di Yowa. Orang kulit putih tidak tahu cerita ini. Masyarakat sini mengetahuinya. Itulah mengapa kami percaya bahwa kebanyakan minyak dan gas di kawasan ini ada di sini. Inilah kepercayaan kami, Chevron mengetahui simpanan besar minyak berada di sini dan akan mengadakan proyek di sini saat lahan Kutubu habis.

Karya Rappaport yang terdahulu berkisar pada ”populasi” lokal dalam lingkungan lokal mereka yang terisolasi, dimana mereka berpartisipasi sebagai elemen dalam ekosistem koheren yang tinggi (jika tidak penuh). Agar lebih meyakinkan, rencananya selalu mengizinkan masyarakat untuk ikut serta dalam sistem regional sebagai bagian dari ”lingkungan yang tidak dekat”. Memungkinkan kesederhanaan yang tidak tepat dari ”sistem regional seperti dikenali tapi tidak berkembang”. Terkadang penting atau berguna untuk menganggap lingkungan yang ”tidak dekat” untuk menyusun sistem pertukaran beberapa daerah.

Masalah batasan sistem telah mendapatkan perlakuan besar dari pengetahuan jika tidak perhatian menyeluruh selama beberapa dekade. Meskipun tanpa ”gangguan” langsung, modal dunia atau pengetahuan tentang hal tersebut, hal ini telah menyisakan masalah bagi populasi yang jauh dan terisolasi seperti Tesembaga Maring, dengan siapa Rappaport bekerja. Sebagaimana Ellen menyupliknya, ”penutupan analitis membentuk masalah akut tertentu bagi analisis sistem, meskipun tanpa ada maksud untuk itu. Batasan kelompok dan populasi ekologi tidak selalu jelas dan kelompok manusia menolak untuk mandiri secara ekonomi”. Memperhatikan pada masalah batasan sistem dan penutupan telah menjadi lebih krusial dengan perhatiannya dalam kapasitas perusahan penambangan dunia untuk menyumbangkan akses yang terdekat bagi populasi lokal yang ”jauh” dan ”terisolasi” untuk mencapai tujuannya.

Dalam mitos yang diceritakan di atas, pertanyaan tentang batasan berhenti menjadi ekologi, perihal mengenai mendefinisi populasi dalam hubungan mereka dengan lingkungan, dan menjadi perihal politik budaya. Apa yang baru khususnya dalam mitos tersebut adalah cara dimana merifi suku ”Onabasulu” dalam konteks kemunculan ekopolitik. Sedang konfigurasi etnik umum di daerah antara Gunung Bosavi dan Gunung Sisa telah berubah secara signifikan saat ini, saya akan memfokuskan terutama dalam hubungan suku Onabasulu-Huli dan implikasi mereka dalam makalah ini.

Tidaklah menyesatkan untuk mengatakan bahwa saat ini terdapat gambaran wacana umum dominasi suku Huli terhadap suku Onabasulu. Dalam khotbah gereja mengenai suku Huli dan masalah gang raskol mereka, ada referensi tetap dalam percakapan sehari-hari mengenai suku Huli, dan suku Huli terlihat sebagai salah satu ancaman besar pada hasil kekayaan Onabasulu melalui resosis (”sumberdaya” – khususnya minyak, meskipun beberapa Onabasulu dan Kaluli memegang kepercayaan perusahaan tentang adanya emas di Gunung Bosavi).

Hubungan awal dengan suku Huli dilakukan dengan sedikit pertemuan, dan utamanya berdasarkan hubungan perdagangan. Pada tahun 1996, situasi menjadi lebih tenang dan dalam banyak cara lebih baik daripada tahun 1970-an, dalam bagian (meskipun tidak secara eksklusif) sebagai hasil spekulasi masyarakat di wilayah lokasi dan kendali akses ke sumberdaya.

Pada akhir 1969, hubungan entis di kawasan timur wilayah Bosavi-Strickland, dalam istilah kemunculan cepat, relatif lurus menuju standar PNG. Onabasulu (Onanafi dalam bahasa Etoro) adalah nama bahasa komunikasi dengan kategori nama masyarakat, yang dibedakan dari dan didefinisikan melalui interaksi mereka, secara konseptual kelompok sejajar di sekitar mereka. Kategori yang menghancurkan dengan cepat dalam pandangan saya. Bagi pengamat luar, ”Onabasulu” merupakan produk garis batas yang tebal tergambar dengan pensil tumpul antara Kaluli dan Etoro. Mungkin di sana tidak ada Onabasulu! Untuk lebih yakin, adanya bahasa berbeda – tapi itu hanya satu (walaupun yang paling dominan ketika Anda mendekati tempat tinggal di pusat wilayah suku ”Onabasulu”) dari beberapa bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di rumah panjang suku Onabasulu. Pertanyaan yang diajukan pegawai pemerintah, misionaris, dan para peneliti tentang di mana wilayah Onabasulu dimulai dan di mana berakhirnya dijawab dengan jawaban yang berbeda atau tidak dijawab sama sekali. Tidak ada karakteristik diagnostik yang jelas. Istilah Onabasulu dilarang digunakan dalam wacana umum diantara masyarakat itu sendiri.

Yang nyata dalam praktik adalah dominasi prinsip-prinsip perbedaan, khususnya pada batasan rasa untuk menolak membicarakan kategori etnisitas. Mereka memasukkan garis keturunan/ keluarga, perdagangan, dan permusuhan yang keras. Yang merupakan simpul kuat dalam keluarga/ garis keturunan yang memiliki batas yang paling kurang dimengerti dan kabur. Sebagai contoh, di Onabasulu-Etoro, dan secara historis, pertemuan Onabasulu-Kaluli. Batas menjadi semakin meruncing antara kelompok dimana mode dominan dalam interaksi sesuatu yang lebih dari keturunan keluarga. Perdagangan adalah salah satu mode tersebut. Secara historis, inilah kasus yang terjadi dalam hubungan antara Onabasulu-Huli. Kreasi yang paling efektif dalam perbedaan sampai tahu 1950-an adalah peperangan, hubungan tradisional dalam kekerasan, permusuhan, penyerangan, dan teror yang merupakan karakteristik hubungan Onabasulu-Fasu dalam sejarah.

Dalam membicarakan etnisitas, harus diingat, meskipun perbedaaan (dan kemiripan) sangat penting, batasan dan kelompok dalam banyak konteks sejarah tidak termasuk.untuk membaca ke dalam kategori etnik budaya yang dengan batasan terpisah yang tegas terkadang digambarkan oleh pengamat luar sebagai etnografi yang tidak adil. Hal ini dimungkinkan adanya gaung ideologi modern dari budaya nasional dan, sebelumnya, dengan persepsi kolonial dibandingkan dengan bentuk sosiokultural di tanah New Guinea. Ada sebuah pergerakan, setidaknya untuk bebebrapa konteks, untuk mencoba menegaskan batasan jelas sangat berguna (jika akhirnya melesetnya definisi dipertanyakan) bagi politik ”identitas budaya”. Kata boda atau ”batasa” (border), mak atau tanda (mark), dan banis atau ”pagar” (fence) telah menjadi bagian penggunaan umum dalam pembicaraan (hanya sebagai istilah seperti royalti, persamaan, pembagian, dan stuktur managemen terkadang digunakan sesekali dan sering). Begitu juga nama Onabasulu.

Perasaan (dan aktual) meningkat cepat dalam pertentangan antara Onabasulu-Huli merupakan bagian dan paket dari konstruksi baru ini dan politik perbedaan. Demikian juga kisah tentang ular yang memiliki tubuh didefinifikan sebagai batasan antara Huli dan Onabasulu dan sebagai alasan kenapa batasan itu penting. Menariknya, meskipun meragukan kategori ”Huli” (disie), kisah ini juga – dan ini lebih penting untuk memperhatikan perubahan konsep– memberikan entititas pada kategori ”Onabasulu”. Perubahan ini kemudian dikenali, dengan mendarat di bandara kecil yang baru di dekat Desa Walagu, Anda bisa melihat pemandangan sub-distrik baru ”puskesmas Onabasulu”, yang dinamai dan ditandai dan dibuka secara seremonial oleh pejabat pemerintah nasional pada November 1995.

Kisah kedua

Ini adalah cerita tentang Duduma, yang dikatakan oleh beberapa orang sebagai kisah yang paling penting bagi mereka yang ”mengetahui”nya, yang menguasai tanah Onabasulu.

Duduma adalah wanita pribumi yang besar di masa ketika kelompok keluarga atau tempat belum memiliki nama. Dia tinggal di hulu sungai Kadi (nama Onabasulu untuk Hulu Libano), dekat tempat bernama Maliya. Dua laki-laki, yang salah satunya adalah suaminya, Wafesisila, dan yang lain ”lelaki baik” bernama Desio, memperbincangan dan memutuskan untuk membunuhnya dengan licik. Desio berbicara dengannya ketika Wafesisila mengendap-endap dari belakang. Dia menangkapnya dan memegangnya kuat kemudian Desio membunuhnya. Tempat ia terbunuh menjadi batang air kecil yang bernama Ibisugoana. Arti dari nama tersebut adalah “darah duduma mengucur di sana”. Letaknya berada di antara Kebi dan Hwgosie. Sungai besar di sana adalah Sungai Kadi, dan dia dipotong di sebelah Kebi, dekat Kadi. Desio memotongnya di Maliya. Ini menjadi pusat atau mi (mi juga berarti tujuh belas dan hidung).

Darahnya menjadi cat yang mewarnai kaki megapode merah (aro). Hatinya menjadi Sungai Sewa, tubuhnya dibawa mengelilingi daerah Onabasulu. Di tempat dia dibunuh tumbuh tanaman sagu (feleli) dengan lebat, dan sejenis pandanus merah bernama mimaro juga tumbuh.

Dia dibawa mengelilingi daerah dan bagian tubuhnya dibagikan pada 17 mosomu suku asli Onabasulu. Mereka mendapatkan nama mereka dari bagian yang diterimanya. Sekarang kata mosomu diterjemahkan oleh suku Onabasulu sebagai “klan”). Inilah beberapa sebutannya antara lain: nama Mosomu Kimise diberikan karena mendapat tulangnya (kiwi), Hanoro karena diberikan cairan tubuhnya (hano), Gunigamo karena diberikan kepalanya. Kebi menyerang dan membunuhnya, memotong dan memasaknya, dan ada beberapa set nama untuk bagian mosomu dari setiap proses yang termasuk dalam aksi mereka, termasuk nama Mosomu Kebi, dari kata kerja menyentuh dan memukul, bagian Kebi Abane berasal dari memasak batu (abane). Kebi Fuagba, dari bunyi ketika duduma jatuh (fu), dsb. (Daftar “lengkap” 17 klan tidak diceritakan pada saat ini, tapi ada pernyataan tegas bahwa ketujuhbelas kelompok yang menyatukan tanah masih ada).

Maliya adalah poin asli, merupakan pusat dunia. Di dekatnya, ada bukit di sebelah Hwogosie dekat sungai, dimana Duduma pertama kali ditangkap dan dipukul, dijatuhkan, dibunuh, dan dipotong. Dikatakan ada gua kecil yang memiliki piring batu dengan pohon minyak di dalamnya. Di atas piring mengapung sebuah alat terbuat dari tongkat dalam bentuk saling menyilang dengan tongkat ketiga tegak lurus dari yang lain. Seorang ahli dari Hwagosie bisa melihat alat ini, menggambarkan empat arah dunia, untuk mengatakan jika ada kesalahan penyebaran orang-orang, maka orang-orang datang kembali ke pusat utama. Masalah kelalaian penyebaran masyarakat menyebabkan meningkatnya suhu bumi (heleli). Di sisi kebi dikatakan ada sebuah pohon tumbuh keluar dari dalam tanah dan kemudian kembali kedalam tanah membentuk lengkungan. Seorang ahli Kebi membaca pertumbuhan tunas batang pohon sebagai tanda pernyataan dari tanah.

Ini adalah mitos Onabasulu pusat, dan banyak yang bisa digali darinya. Temanya adalah pemecahan dan penyebaran, sebagai hasil dari perilaku kekerasan yang licik yang kosmogenik. Dari sinilah kemasyarakatan –perbedaan antara klan, lembaga pernikahan sebagai kontrol pembubaran, pergerakan masyarakat melalui lingkungan dan penamaan yang menarik dan sebagainya– berkembang. Tapi kisah ini menerima sirkulasi sedikit dari luar. Sekarang banyak penduduk Onabasulu menginginkanya diketahui secara luas sebagaimana hal tersebut penting bagi identitas Onabasulu. Dalam hal ini memiliki banyak kesamaan dengan fungsi politis dengan cerita sebelumnya.

Tempat Duduma dibunuh, Maliya, disebutkan tanpa mitos Duduma, seperti Malaiya dalam bahasan Schieffelin mengenai dataran tinggi Papua menceritakan bendungan eksplorasi minyak Jack Hides pada tahun 1930-an. Malaiya (atau Maliya) adalah ”salah satu tempat yang terpenting” berhubungan dengan ”waktu awal” dan dalam mitos lain, dinamakan sebagai ”titik awal.... di dekat hulu Sungai Kadi di antara sebelah timur Onabasulu”. Pada tahun 1970, perusahaan eksplorasi minyak yang merupakan bagian perusahan Bendix melakukan survey seismik di dataran tinggi Papua. Mereka membangun tenda di pertemuan anak Sungai Kulu dan Sungai Libano, di wilayah ”abu-abu” antara Onabasulu dan Kaluli. Banyak Onabasulu bekerja pada perussahaan itu, membawa barang dan memandu pilot helikopter. Rombongan itu bergerak menuju Sungai Kadi dan Libano, mendekati Maliya. Saya diceritakan oleh hanya arit umu maliya pada saat itu (dengan detail yang kurang dibanding yang diberikan oleh Shieffelin kemudian), tapi pergerakan itu menyebabkan peringatan.

Merefleksi prospek minyak 25 tahun kemudian, berbagai masyarakat Onabasulu mengambil dua kesimpulan berdasarkan geografi kedua cerita di atas. Pertama penempatan ular Faiyaninaro dan penelitian minyak tahun 1970 oleh anak perusahaan Bendix memberikan bukti kuat adanya deposit minyak di wilayah Onabasulu. Kedua, sebagaimana saya diceritakan berulangkali, pentingnya fase pertama pengeboran minyak berada di Kutubu, jika tempat tinggal seluas tempat bernama Moro telah dibangun di atau di dekat Maliya, bumi akan terganggu dan rusak (berdasarkan pentingnya penyebaran dan distribusi manusia yang dibutuhkan berkaitan dengan cerita kedua). Moro terletak di ujung utara Danau Kutubu. Selama masa konstruksi di awal tahun 1990-an, terlihat kota kecil perumahan bagi ratusan orang, memiliki listrik, penuh penerangan, memiliki bandara sendiri dan pasukan udara, armada helikopter dan di dekatnya ada penyulingan sementara yang kecil untuk bahan bakar penerbangan sendiri dari minyak mentah. Kutubu masih eksis sebagai lokasi pusat dan kantor bagi perusahaan patungan. Istilah Onabasulu untuk kelompok keluarga dan kelompok rumah panjang adalah Mosomu. Istilah umum makna kontekstual dan berlapis dan tidak membawa gagasan harmoni ”total” antara kelompok keturunan dan kelompok rumah panjang. Pada kenyataanya, aturan tempat tinggal normatif mengambil pengetahuan aspek organisasi sosial yang menghalangi penempatan menyeluruh kelompok keturunan keluarga. Saya memilih untuk menyebut kategori keluarga sebagai garis keturunan beberapa waktu lalu dengan alasan tidak terlihat memkasakan sekarang sebagai mana kelompok anthro dengan afiliasi patriakal menjadi pernyataan tunggal sebagai syarat keanggotaan. Sebagaimana mereka menemukan standar syarat defisional, saya akan tetap menyebutnya sebagai garis keturunan.

Tanpa mengurangi rasa hormat pada ”properti asli”, garis keturunan suku Onabasulu berada (atau pernah) ”ikatan” yang paling lemah, dibandingkan semuanya. Setidaknya ada sekali dari setiap anggota garis keturunan mendirikan rumah panjang dalam wilayahnya. Hak ”eksklusif” dalam penggunaan lahan untuk berkebun menyebar dan paling banyak. Garis keturunan tidak memiliki kontrol yang jelas dalam memburu dan mengumpulkan hasil hutan, dan pemegang sagu ditangani terpisah oleh individu, jaringan keluarga mereka dan alasan sejarah anugrah. Tapi garis keturunan memiliki koneksi wilayah dan kontrol (khususnya dari pandangan laki-laki) dalam melepas perempuan untuk menikah, yang kemudian membentuk kondisi reproduksi garis keturunan. Akhirnya ada antisipasi penting berperan dalam hubungan resosis –sebagai contoh minyak, timah, emas. Yang merupakan ”komoditas masa depan” dalam situasi sekarang.

Keanggotaan garis keturunana Onabasulu sangat kecil pada tahun 1970-an dan masih tetap sedikit pada tahun 1990-an –tidak lebih dari sepuluh lelaki dewasa. Garis keturunan memiliki ”batas” genealogis pada masa lalu dimana anggota dimasukan hanya dengan kesulitan yang ekstrim. Mengenai ini, ada sebuah potensi untuk membentuk pengelompokan dan pemisahan. Syarat untuk batasan ini tidak langsung dan tidak jelas dan akhirnya lebih berhubungan dengan gagasan hubungan daripada gagasan struktur garis keturunan. Masyarakat tidak mempercayai saudara jauh, meskipun tokoh terkemuka. Khususnya, seseorang tidak akan mempercayai saudara yang melewati tiga tingkat keturunan, dan ketidakpercayaan ini menumbuhkan perpecahan yang akan membuat pemisahan dan pemecahan garis keturunan setiap kalinya. Pemecahan dan pemisahan dapat dihindari atau garis keturunan dapat mereproduksi sendiri, dengan pembentukan kekerabatan matrilateral kritik antara garis keturunan melalui pernikahan. Rencana pernikahan seperti itulah yang diistilahkan Kelly ketika membicarakan proses pemisahan di antara suku Etoro, pernikahan paralel keturunan: ”saya akan menggunakan istilah pernikahan paralel untuk menggambarkan pernikahan sepasang wanita dalam kelompok keturunan yang sama dengan dua laki-laki. Jika kemudian berasal dari kelompok keturunan yang sama, saya akan menggunakan istilah pernikahan paralel keturunan”. Menggunakan bentuk pernikahan ini, memungkinkan dua lelaki dengan garis keturunan patriakal yang jauh menikah dengan dua wanita kakak beradik dan melahirkan anak-anak yang berhubungan dekat satu sama lain melalui ikatan matrilateral dan tidak hanya ikatan patrilateral. Dengan cara ini, pemisahan tidak selalu menjadi konsekuensi struktural dari penuaan garis keturunan. Bisanya lebih diharapkan, atau mungkin (jarang) hasil dari kemungkinan demografi, atau, dari perspektif lelaki, perlawanan matrimonial oleh beberapa wanita. Pada suatu kasus, apakah solidaritas diperbaiki, terdapat pemisahan, atau beberapa bentuk perpecahan berlanjut (yang meninggalkan memungkinkan banyak hal) tidaklah seluruhnya ditentukan secara struktural. Serangkaian hasil sejarah dari perilaku yang disengaja oleh lelaki dan perempuan dalam kelompok kecil ini (bandingkan sejarah mengesankan perpecahan komunitas foi yang dijelaskan oleh Langlas dan Weiner (1988)).

Tapi dengan refleksi umum yang besar pada Mosomu dan konsekuensi riil ”klan” (sebagai kelompok keluarga yang umumnya dikenal dalam kata sehari-hari di pemerintahan dan badan hukum dan kebanyakan wacana nasional) letak utama perpecahan dan pemisahan mungkin berubah dari praktik sosial menjadi praktik yang licik. Masyarakat sekarang membicarakan tentang golongan garis keturunan (sebagai kelompok persatuan yang lemah), mereka tidak pernah de jure. Sekarang ada jumlah pasti dari klan. Setidaknya dikatakan adanya jumlah pasti klan. Lebih jauh, mereka diteapkan secara hukum, sebagai persatuan kelompok pemilik tanah (ILGs) di bawah hukum PNG. Tidak ada tempat untuk pemisahan, dan golonngan pecahan sekarang dikatakan sebagai subklan. ILGs disenangi oleh departemen pemerintahan tertentu dan beberapa perusahaan multinasional sabagai dasar peralatan administratif di budaya lokal. Chevron, pada tahun 1994 menggunakan teknik yang sama dalam pengembangan Kutubu, dimana ILGs dianggap sebagai rekanan untuk menyukseskan penawaran dengan pemilik tanah dan pembagian royalti, alat persatuan klan Onabasulu sebagai ILGs. Jumlah yang pasti dari ILGs/klan dimungkinkan juga menempelkan mitos Duduma.

Kenapa 17? Karena kata untuk 17 berarti hidung, yang merupakan pusat bagian tubuh. Tujuhbelas sebagai hidung, merupakan satu-satunya nomor dalam sistem perhitungan Onabasulu yang tidak dapat dibagi. Onabasulu, seperti masyarakat di wilayah ini, menhhitung ke atas dan kemudian menuruni tubuh. Dimulai dengan jari kelingking kanan, mereka menghitung jari, telapak tangan, pergelangan tangan, bagian-bagian lengan dan leher, pipi, telinga, mata dan akhirnya hidung (17). Nomor 18 memiliki kata yang sama dengan 16, tapi mengacu pada sisi kiri. Semua berlaku sama saat menuruni sisi kiri, sampai jari kelingking kiri yang berarti 33. Sistem perhitungan serupa dan kemiripan budaya digambarkan oleh Biersack untuk Paiela. Sebagaimana nomor 17 (yang juga berarti ”hidung” dan ”pusat”) merupakan satu-satunya nomor yang tidak dapat dibagi dalam sistem perhitungan, menyimbolkan ketunggalan, sebagai lawan pluralitas nomor yang dapat dibagi. Oleh karena itu tepat untuk mitos kosmologi Duduma, yang dibunuh di pusat, tempat darimana perbedaan muncul. Ke-17 klan berhubungan dengan penegasan identitas Onabasulu berhubungan dengan mitos kosmologi Duduma, bukan untuk kelompok keluarga empiris. Tapi hasilnya menyediakan ”dalam hukum”, jumlah pasti (17) kelompok persatuan yang disebut klan.

Kita mulai melihat di sini sedikit kompleksitas proses sejarah dan sosial –politik regional, kolonial, dan nasional, ekonomi politik internasional– sebagaimana mereka mengikat dan terikat dengan dongeng Onabasulu cerita Faiyaninaro dan Duduma.

Kisah ketiga

Kisah ketiga lebih pada latihan mendongeng pragmatis. Masih berakar pada pemahaman sosial Onabasulu. Tidak sepenuhnya semua terbaca kecuali dengan pengetahuan genealogis dan historis. Berpusat pada perebutan dan penggunaan cerita sebagai dasar klaim pada sebidang tanah yang berharga saat ini karena kemungkinan mengandung sumberdaya. Menciptakan kembali garis yang hilang. Narasi kisah alam sangat penting. Merupakan inisial karakter yang tidak biasa muncul, dia memiliki ekor, dimana pencerita berkata secara lugas membuat ”kisah” ini daripada menceritakan apa yang telah terjadi. Meskipun di sini ada hubungan spesial dengan tanah. Karakter inisial (wafaole) harus menggali lubang untuk menempatkan ekornya agar dia bisa duduk.

Ole adalah nama klan. Ole adalah satu kelompok. Garis yang mati. Seorang laki-laki bernama Wafaole. Dia memiliki ekor. Untuk duduk, dia harus menggali lubang di tanah untuk memasukan ekornya. Tulang ekornya masuk ke bawah sehingga dia bisa duduk di atas tanah. Dia adalah teman salah seorang anggota keturunan Sabiasulu, seorang laki-laki bernama Gaiyuba, Wafoale memberikan tanahnya kepada Gaiyuba untuk dijaga, karena klan Ole telah mati semua. Gaiyuba meninggal dan memberikan tanah itu kepada Haiba. Haiba menjaga tanah tersebut, dan ketika dia meninggal dia memberikan tanah itu pada Wabowe. Haiba mengatakan pada Wabowe tempat bernama Yabolo, Nuguli, Isedo, dan Wabido. Wabowe tidak memiliki anak laki-laki. Dia berkata pada Yeya Deba, anak laki-laki Deba, ”saya tidak memiliki anak laki-laki. Kamu memiliki dua anak laki-laki, Gobi dan Malime, mereka akan menjaga tanah itu. Ambillah tanah ini. Jangan berikan pada orang lain. Ketika kalian meninggal, kalian harus memberikan kepada orang lain.”

Pendongeng melanjutkan penjelasannya: ”kisah ini penting, jika perusahaan datang dan menemukan sumberdaya, pemilik tanah terkenal dan kisahnya terekam”.

Jika, sebagaimana Bruce Knauft telah menulis dalam makalahnya tentang pengembangan minyak Kutubu, ”di era postmodern, perjalanan eksplorasi tidak akan berhenti; mereka akan memutar ironi mereka menjadi skala besar. Ironi ini tidak hanya licik, epistemologis, atau terbatas pada kutup dunia, mereka mempunyai dampak yang dahsyat bagi kehidupan manusia”, kemudian Wabue berada di sana untuk pengerusakan yang sempurna. Dia melihat Hides, proyek Kutubu, kedatangan era kolonial dan negara postkolonial, dan mulainya proses penyatuan Mosomu sebagai ILGs. Dan dia menggambarkan dalam kisah ketiga sebagai pemain utama dalam organisasi seperti apa ILG, sebuah ”klan” meskipun dalam kenyataannya sebuah garis keturunan yang hilang.

Ole, garis keturunan yang memiliki status menarik, melibatkan perselisihan sumur minyak dengan beberapa suku Huli. Dalam perselisihan ini ada masalah karena Ole sudah tidak lagi bisa dianggap suatu kelompok lagi pada saat ini. Oleh karenanya kepentingan cerita ketiga: wilayah yang dahulu milik suku Ole diperebutkan oleh anggota garis keturunan Hanoro, Sabiasulu, dan Sibisi. Lelaki terakhir suku Ole –yang kurang beruntung karena memiliki ekor membuat dia tidak menarik untuk dijadikan suami dan juga memberikan dia kesulitan untuk duduk– menghibahkan tanah kakeknya, Wabue. Wabue yang hanya memiliki anak perempuan dan yang juga satu-satunya lelaki di kelompok Sabiasulu, maka menghibahkan penjagaan tanah pada anak laki-laki dari saudara sepupu perempuannya (anak laki-laki dari anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya). Hal ini dianggap cukup tepat karena secara silsilah bisa dianggap anak dari Wabue. Dalam terminologi silsilah keluarga suku Onabasulu, baik matri- dan patrilateral, saudara sepupu perempuan beda kakek (nenek) masih dianggap ”ibu”. Jadi ibunya Yeya (dan Malime), Aiyoba juga merupakan ”ibu” Wabue. Anak lelaki Yeya dianggap juga anak lelaki (dari suadara lelaki) Wabue. Proses tersebut dapat diterima dengan baik dalam suku Onabasulu dan berlangsung dengan baik. Proses sosial itu saya lihat secara implisit pada tahun 1970-an. Mereka menjadi lebih jelas terlihat dalam kondisi perselisihan kelompok tanah persatuan untuk garis keturunan yang hilang (lihat gambar 2). Persatuan ”klan” baru ini bukan kelompok keturunan eksklusif atau kelompok lain yang eksklusif. Dalam pengertian Onabasulu terhadap hal itu, ambiguitas pemahaman hubungan muncul ketika menetapkan anggota dan oleh karena orang-orang berdebat bahwa orang yang selain dari garis keturunan ayah (seperti, istri, saudara perempuan, anak saudara perempuan, dsb.) dapat dianggap sebagai anggota klan. Oleh karenanya, banyak orang mencatatkan sebagai anggota beberapa klan sekaligus. Ini dimungkinkan di bawah perundangan kelompok persatuan, selama dianggap sebagai budaya. Jika kemudian dianggap penting untuk menyatakan keanggotaan pasti bertujuan untuk mengklaim sumberdaya atau uang, di bawah saksi, sebagaiman saya memahaminya, orang –orang akan melepaskan keanggotaannya dari kelompok lain.

Sebagai contoh, kita boleh menyimpulkan praktik persatuan mengadopsi konteks nasional dan internasional pengembangan sumberdaya melibatkan entifikasi kesatuan terdahulu dari kelompok dan kategori lokal. Secara ”tradisional” garis keturunan Onabasulu bukan kesatuan lahir yang permanen. Mereka dipersatukan secara sejarah dan tergantung pada aktivitas lelaki dan hubungan kesanggupan wanita. ILGs merupakan persauan yang serupa, hasil dari aksi dan bukan struktur. Aksi lelaki dalam sejarah secara sengaja membuat, memisahkan, dan menghapuskan dan, sekarang meski harus menghidupkan kembali kelompok kecil tersebut. Kegiatan ini, tentu saja, berada di arena perebutan. Sama seperti saat ini, meskipun arenanya berskala nasional dan internasional, bukan lagi lokal dan daerah. Sejak melek huruf sekarang dianggap sangat penting untuk melakukan persaingan, para antropologis berpartisipasi dalam politik ini. Saya mendapat cerita kisah itu sehingga saya bisa menuliskan kisah tersebut dan tidak sengaja membuatkan legitimasi klaim suku Ole untuk status keklanan. ”Otoritas” saya dalam masalah silsilah keluarga berdasarkan pada asumsi bahwa saya akan berhasil. Orang-orang tahu saya bekerja di Fasu pada tahun 1992 dalam persatuan kelompok tanah.

Kesimpulan

Telah ada eksplorasi sebagai implikasi dari ketiga cerita tersebut yang diceritakan pada saya pada tahun 1996. Semua cerita itu diceritakan dalam konteks kesadaran tinggi tentang minyak sebagai sumberdaya dan politik lokal setempat, seperti masyarakat yang mengikuti paparan krisis kecil di Danau Kutubu, dimana perusahaan pemilik tanah meminta persamaan dalam proyek yang dikerjakan Chevron dan, dalam perselisihan berikutnya, Chevron mengevakuasi personel expatriatnya dan memberlakukan pemberhentian produksi sementara.

Kisah pertama secara strategis menggambarkan suku Onabasulu ambil bagian dalam tujuan penguasaan minyak, gas, dan sumberdaya lainnya. Ular Faiyaninaro menyediakan minyak dan gas dan tanda batas yang telah menjadi penting dalam mendefinisikan ”Onabasulu”, semuanya dalam idiom pribumi.

Mitos Duduma pada kisah kedua, secara tradisional dimungkinkan sebagai kisah yang paling penting dalam hubungan masyarakat. Tanah sebaik kreasi kehidupan sosial dan dunia, mengambil definisi ”Onabasulu” lebih lanjut. Ke-17 klan asli Onabasulu didefinisikan dalam kedua mitos dan sertifikat kolompok pemilik tanah. Adanya kenyataan tujuan bagi ”orang” Onabasulu di seluruh novel, sebuah fungsi keadaan sementara dan kekuatan penyataan memanipulasi, yang menggunakannya dalam konteks pengembagan sumberdaya multinasional dan kebutuhan multinasional untuk mengidentifikasi kelompok yang tertarik dan menginginkan keikutsertaan. Pada akhirnya berdasarkan pada pemahaman dan konsep yang khususnya dan eksklusifnya sebagai bagian wilayah, dan mungkin telah berlangsung lama, mengatakan, pada ekspansi ritual suku Huli yang terdahulu. Lebih jauh, entifikasi kategori etnis berlangsung dalam konstruksi ”klan” (kisah ketiga), yang dikenali sebagai proses umum dalam silsilah keluarga Onabasulu tapi saat sekarang, dalam pernyataan bersama, menyarankan perusahaan atau bisnis. Mosomu-bisnis Onabasulu muncul bergelombang dan persaingan ladang melalui berbagai lingkaran praktik dimana hukum nasional digunakan untuk mensyahkan perwakilan lokal dalam politik kompleks yang sekaligus lokal, regional, dan internasional.

Dua kisah pertama menggambarkan bagaimana”model dikenali” sebagai sebaran tidak selalu mimetik tapi mungkin merupakan rangkaian praktik politik tingkat tinggi. Semua kisah, tapi khususnya kisah ketiga, menunjukkan politik sederajat dalam definisi kelompok dan entifikasi dan hasil dalam kreasi kelompok etnis dan sosial. Pengembangan sumberdaya tersebut akan memotivasi rangkaian politik kompleks berpusat pada letak tanah dan sosial mengikuti dari ikatan antara tanah dan masyarakat yang tebentuk dengan lemah dalam gagasan usaha Onabasulu tradisional dan gagasan nasional dan internasional yang kuat dalam pemegangan hak milik dan praktik penggabungan gagasan ini muncul.

Tidak ada komentar: