Mungkin, banyak di antara kita belum tahu nama Tanjungmerawa. Dia adalah nama sebuah wilayah yang menjadi bagian Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara. Nama tersebut memiliki asal usul loh...berikut ini ceritanya... Namun, jangan sepenuhnya percaya ya...namanya juga cerita
ASAL MULA NAMA TANJUNGMERAWA
Pada zaman dahulu, di Sumatra Utara, hiduplah Turang dan Inang Mabumbu bersama dua anaknya. Anak yang sulung bernama Tohang, dan anak kedua bernama Tambu. Kehidupan mereka sangat menyedihkan. Mereka tinggal di dalam gubuk bambu yang beratap ilalang di pinggir sebuah sungai. Pakaian yang mereka miliki hanyalah yang melekat di badan. Itu pun penuh tambalan. Badan mereka kurus-kurus.
“Jangan khawatir, Abanganda. Aku akan menjaga anak-anak dengan baik,” jawab Inang Mabumbu. Walaupun sedih, Inang tetap menyetujui maksud baik suaminya.
“Satu pesanku Inang, tatkala aku hendak melangkah keluar dari gubuk, janganlah engkau menitikkan airmata. Berilah aku sebuah senyum manis agar aku berhasil di rantau orang,” ujar Turang kembali.
“Abanganda, berhati-hatilah dan cepat pulang. Aku, kedua putramu, dan anak yang masih dalam kandungan ini selalu menunggumu,” kata Inang saat suaminya berpamitan. Turang pun melangkah keluar. Kesedihan Inang tak dapat dibendungnya. Saat itu pula melelehlah airmatanya.
“Hari kelahiranmu sudah dekat, Nak. Tapi mengapa ayahmu belum juga pulang?” Inang bergumam sendiri sambil mengelus perutnya.
Pada suatu hari, Inang pun melahirkan anak perempuan yang diberinya nama Indang Sari.
Tak lama setelah kelahiran Indang Sari, terdengar kabar, perahu yang ditumpangi Turang terkena badai dan tenggelam di laut lepas.
Inang sangat bersedih. Tak henti-hentinya ia meneteskan airmata. Namun, ia kemudian berusaha melupakan kesedihan itu.
Anak-anaknya pun sering turut membantu, walaupun kadang diselingi dengan bermain-main.
Pagi itu Inang Mabumbu bersama ketiga anaknya pergi ke hutan. Inang Mabumbu sibuk mencari kayu bakar, sedang ketiga anaknya asyik bermain-main di sebuah tepian air yang cukup dalam. Orang menyebut tempat itu Tanjung. Di sekitar Tanjung ditumbuhi pepohonan yang berbunga indah dan berwarna-warni. Indang Sari tampak berlarian di taman bunga dengan gembiranya.
“Indang, Anakku. Peliharalah rambutmu baik-baik, karena rambut bagi seorang wanita sangatlah mahal nilainya. Dengan rambut yang panjang dan indah mempesona, kalangan bangsawan akan tertarik padamu. Apalagi suaramu begitu merdu,” kata Inang sambil membelai rambut Indang Sari penuh kasih sayang.
“Aih, indah nian mutiara-mutiara ini,” kata Inang sembari mengambil beberapa mutiara yang paling indah.
Tidak jauh dari sungai itu ada istana megah yang dikelilingi berbagai pohon indah dan berbuah ranum. Tengah asyik mengagumi pemandangan di depannya, Inang kemudian terkejut mendengar kokok ayam dan ia terbangun.
“Oh, Indang. Aku jauh-jauh dari seberang terbang kemari untuk mencari makan. Saat mendengar suaramu yang merdu, aku kagum dan hatiku terhibur. Rasa lapar pun hilang,” kata burung Cisarakas memuji Indang.
“Ah, benarkah katamu wahai burung yang indah,” Indang menyahut Cisarakas dengan merdunya.
“Bah, Tanjung pun merawa gatalnya. Wah, makin merawa ke badanku. Wah, Tanjung ini merawa gatalnya. Bah, mati aku. Tanjung merawa gatalnya,” kata sang Raja sambil terus menggaruk badannya dan berguling-guling karena tak tahan. Akhirnya sang Raja pingsan dan ditemukan Tohang, Tombu, dan Indang Sari. Sang Raja kemudian dibawanya pulang. Mereka merawat sang Raja dengan baik. Sang Raja terus-menerus mengigau dan menyebut ‘tanjung merawa’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar